Kulitnya kuning langsat

Kulitnya kuning langsat, tampaknya dia rajin lulur, semampai, .... Baru kali ini aku melihat itil perempuan sebesar ini, dan mencuat keluar, tegang seperti buah manggopa.

Jumat pagi, 16 Mei 2003, aku kembali ke Jakarta setelah bertugas di Semarang sejak hari Senin. Karena Sabtu pagi aku ada undangan pernikahan temanku, maka kupaksakan diri untuk naik kereta pagi. Ya, aku naik Argo Muria pagi, dan benar-benar berangkat pukul 05.00 pagi. Sengaja aku memilih kereta api, karena aku ingin menikmati suasana pagi di sepanjang perjalanan.

Akibat semalam kurang tidur (aku dijamu oleh rekan di Semarang), hampir saja aku ketinggalan kereta. Tidur jam 01.00, terbangun karena kaget jam 04.15. Terpaksa aku hanya mandi koboy. Yang penting bisa gosok gigi dan pakai parfum. Terburu-buru aku meninggalkan hotel di daerah candi, dan kupaksa sopir taksi memacu kendaraan. Terbukti, aku bisa sampai di stasiun Tawang hanya lima menit sebelum kereta berangkat.

Sampai di atas kereta, aku merebahkan diri, tidur-tiduran dan ternyata benar ketiduran. Aku baru terbangun gara-gara seseorang mencolek lenganku, dan aku merasa nafas hangat menerpa pipiku.
“Minum teh atau kopi, Pak?”, seorang wanita bertanya lembut padaku.
Oh, ternyata sang pramugari menawarkan minuman pagi. Segera kuminta teh panas, sekaligus aku memesan kopi susu satu gelas besar. Tak berapa lama, pesananku tiba, dan aku tersenyum padanya sebagai tanda terima kasih bahwa dia telah mengantarkan pesananku dengan cepat. Ia pun tersenyum ramah namun penuh arti kepadaku. Sempat kulirik name tag-nya, ternyata namanya Risma.

Sambil menikmati kopi susu panas, aku mengobrol sebentar dengan penumpang sebangku, sekedar membunuh waktu. Karena benar-benar kurang tidur, maka aku pun tertidur kembali. Nyenyak sekali rasanya tidurku, sebab aku terbangun pukul 08.30, dan tepat pada saat itu, Risma dan rekannya ternyata sedang membagikan sarapan pagi.

Ah.., manis benar anak ini. Kulitnya kuning langsat, tampaknya dia rajin lulur, semampai, dadanya kutaksir berukutan 36B. Dan pantatnya, terbuai aku melihatnya. Apalagi saat itu dia mengenakan rok mini ketat seragam setinggi 15 cm di atas lutut, membuatku bebas menikmati pahanya yang selicin lilin. Hatiku berdebar, darah kelelakianku terasa mengalir, adrenalinku terpacu.